Jumat, 06 September 2013

Upacara Kematian Adat Batak

 
Kalau kita berbicara tentang kematian, secara tidak langsung itulah yang ditunggu-tunggu manusia yang sadar bahwa tanpa kematian tidak ada proses pada kehidupan yang kekal dan abadi.
Kematian itu adalah proses alami yang harus berlaku bagi setiap manusia yang beragama (menurut kepercayaan), dan khususnya Dalihan Natolu, mempunyai arti tersendiri sehingga tidak lepas dari bagian Adat dan Budaya Batak.
Dalam hal ini kita dapat mengamati pada acara dan Upacara yang berlaku di masyarakat Dalihan Natolu khususnya di Jabotabek dalam segala usia dan menurut kebiasaan yang dilakukan. Oleh karena itu perlu kita ajukan suatu acuan pedoman yang diharapkan dapat menjadi tuntunan bagi masyarakat Dalihan Natolu dalam pelaksanaan Adat kematian dimasa mendatang.
Kita dapat membedakan Adat Kematian dalam masyarakat Dalihan Natolu berdasarkan agama  (dapat dijelaskan secara singkat). 

 
 Macam atau Ragam Adat bagi warga yang meninggal dunia :
TILAHA : Kematian bagi warga Dalihan Natolu berkeluarga yang biasa disebut NAPOSO dalam hal ini perlakuan.
PONGGOL ULU (SUAMI) : Kematian yang diakibatkan si suami lebih dahulu meninggal dunia daripada si istri, dalam hal ini usia muda dan belum punya cucu atau belum punya keturunan.
MATOMPAS TATARING (ISTRI) : Kematian yang diakibatkan si istri lebih dahulu meninggal daripada si suami, dalam hal ini usia muda dan belum punya cucu atau belum punya keturunan.
SAUR MATUA : Kematian yang diakibatkan meninggalnya salah satu dari suami/istri yang sudah mempunyai cucu dan semua anak-anaknya sudah berkeluarga.
MATUA BULUNG : Kematian yang diakibatkan meninggalnya salah satu dari suami/istri yang telah mempunyai cucu bahkan sudah mempunyai cicit atau disebut Nini/Nono dengan lanjut usia.
Nini : Disebut keturunan dari anak laki-laki
Nono : Disebut keturunan dari anak perempuan
Bagaimanakah hubungannya kematian tersebut dengan Adat Dalihan Natolu, dalam hal ini lebih dahulu kita harus mengetahui yang meninggal termasuk golongan mana dari Ragam kematian tersebut diatas untuk menempatkan Adat juga hubungannya dengan Ulos.
Dalihan Natolu mempunyai 3 hal yang berhubungan dengan Ulos:

Pemberian ULOS SAPUT :
Ulos ini diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda perpisahan. Siapakah yang berhak memberikan SAPUT tersebut, dalam hal ini perlu kita mempunyai satu persepsi untuk masa yang akan datang karena hal ini banyak berbeda pendapat menurut lingkungannya masing-masing, misalnya HULA-HULA/TULANG.
Pemberian ULOS TUJUNG :
Dalam hal ini semua dapat menyetujui dari pihak HULA-HULA
Pemberian ULOS HOLONG :
Dari semua pihak Hula-hula , Tulang , Tulang Rerobot , Bona Tulang bahkan Bona ni Ari termasuk dari Hula-hula ni na Marhaha Maranggi , Hula-hula ni Anak Manjae , berhak memberikan kepada Keluarga yang meninggal.
Bagaimanakah hubungannya dengan Adat Dalihan Natolu diluar Ulos tersebut yang mempunyai harga diri (dalam Pesta Adat). Dalam hal ini terjadilah beberapa pelaksanaan setelah adanya Musyawarah atau lazim disebut RIA RAJA oleh beberapa Dalian Natolu disebut Boanna. Boan ini (yang dipotong pada hari Hnya) terdiri dari beberapa macam :
Misalnya :
Babi/Kambing, disebut Siparmiak-miak
Sapi, disebut Lombu Sitio-tio
Kerbau, disebut Gajah Toba
Sesuai dengan Adat Dalihan Natolu tingkatan daripada Boan tersebut disesuaikan dengan Parjambaron.

Fungsi Dalihan Natolu menggunakan istilah Adat :
Pangarapotan : Adalah suatu penghormatan kepada yang meninggal yang mempunyai gelar Sari Matua dan lain-lain sebelum acara besarnya dan penguburannya atau dihalaman (bilamana memungkinkan). Dalam hal ini suhut dapat meminta tumpak (bantuan) secara resmi dari family yang tergabung dalam Dalihan Natolu disebut Tumpak di Alaman.
Partuatna : hari yang dianggap menyelesaikan Adat kepada seluruh halayat Dalihan Natolu yang mempunyai hubunngan berdasarkan adat. Pada waktu pelaksanaan ini pulu Suhut akan memberikan Piso-piso/stuak Natonggi kepada kelompok Hula-hula/Tulang yang mana memberikan Ulos tersebut diatas kepada yang meninggal dan keluarga dan pemberian uang ini oleh keluarga tanda kasihnya.. Juga pada waktu bersamaan ini pula dibagikan jambar-jambar sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan azas musyawarah sebelumnya, setelah itu dilaksanakanlah upacara adat mandokon hata dari masing-masing pihak sesuai dengan urutan-urutan secara tertulis. Setelah selesai, bagi orang Kristen diserahkan kepada Gereja (Huria) untuk seterusnya dikuburkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar